Protein hewani adalah instrumen gizi yang dibutuhkan oleh ibu hamil dan anak usia di bawah dua tahun untuk mencegah stunting. Hal ini karena pangan hewani mempunyai kandungan zat gizi yang lengkap, kaya protein dan vitamin yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak. Protein hewani juga tidak mahal sehingga bisa dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Demikian diskusi yang mengemuka dalam diseminasi informasi dan edukasi percepatan penurunan stunting bertajuk Genbest Talk “Protein Hewani Jurus Sakti Cegah Stunting”, di Kabupaten Tangerang, Selasa (13/6). Dalam kesempatan tersebut Pelaksana Tugas Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (IKPMK) Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Nursodik Gunarjo mengingatkan bonus demografi saat ini sudah dimulai, namun Indonesia masih memiliki beberapa tantangan, salah satunya stunting.
“Harus diakui di Indonesia ini kita masih memiliki tantangan besar, yang disebut dengan stunting. Jika bonus demografi ini tidak dikelola dengan baik, ke depan (kemajuan) Indonesia juga akan terhambat” ujarnya dalam acara yang dihadiri oleh 150 generasi muda di Kabupaten Tangerang. Ia pun menjelaskan, kualitas keluarga dan sumber daya manusia (SDM) adalah kunci Indonesia bersaing dan berkompetisi dengan negara negara lain. Oleh karena itu, pemerintah dalam hal ini terus berupaya mendorong kualitas SDM guna menurunkan angka stunting. Ketua Indonesia Sport Nutritionist Association Rita Ramayulis dalam acara tersebut mengatakan protein hewani penting untuk mencegah anak stunting. Protein hewani juga tidak selamanya identik dengan harga yang mahal. Menurutnya masyarakat sering kali salah persepsi menganggap bahwa makanan berprotein itu mahal, padahal protein hewani itu terdapat di berbagai macam jenis makanan.
“Enggak (mahal) sih, cuman kan yang viral viral ini seperti ikan salmon, steak wagyu ya iyalah mahal. Tapi coba kita pilih telur, ikan kembung, ikan teri, ikan mas, ikan lele dan masih banyak lagi protein hewani yang masih terjangkau dan memiliki manfaat yang sama seperti yang mahal mahal tadi,” jelasnya. Rita menyebut kesalahan dalam proses penyajian berperan besar dalam berkurangnya protein hewani yang terkandung dalam makanan. Menurutnya, seringkali masyarakat merasa makan ikan salmon dan ikan lele berbeda manfaatnya bagi tubuh, padahal yang menjadi masalah bukan jenis ikannya melainkan dalam proses penyajiannya. Hadiah BWF World Tour Finals 2023 Wakil Indonesia: Jojo Full Senyum, Modal Nikah Kembali Halaman 3
Wakil Bupati Gresik : Pengerukan Sungai Kali Lamong Meminimalisir Banjir Surya.co.id Hasil Klasemen Liga Inggris: Manchester City Terpeleset, Arsenal dan Liverpool Umbar Senyum Halaman all Jepang Hibahkan Kapal Patroli Senilai 9,53 Miliar Yen untuk Indonesia
“Kadang kita juga sering kali salah persepsi, ikan salmon lebih bergizi dibanding ikan lele, padahal yang salah bukan di jenis ikannya, tapi dicara penyajiannya. Tentu, orang yang sering makan ikan salmon cerdas, karena mereka menyajikan dengan tidak terlalu banyak proses. Sementara ikan lele yang kita makan, digoreng dengan minyak yang banyak, itu yang menyebabkan proteinnya rusak, ikan itu paling baik di ungkep atau dibikin sup, agar protein hewaninya tidak rusak,” papar Rita. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Achmad Muchlis menekankan pentingnya pencegahan stunting saat remaja dengan mulai memerhatikan kesehatan serta memiliki pengetahuan yang cukup agar melahirkan generasi bebas stunting di masa depan. “Pemenuhan gizi memang harus dari remaja,yang pertama dan yang paling utama itu 1000 hari masa kehidupan, mulai di dalam kandungan hingga umur 2 tahun,” katanya. Selain itu, kebutuhan gizi remaja juga ditujukan utamanya untuk perempuan saat menstruasi karena seringkali banyak perempuan saat pertama kali menstruasi tidak melaporkan ke layanan kesehatan padahal perlu untuk diberikan obat penambah darah.
“Pencegahan stunting itu butuh waktu panjang dan seperti siklus yang saling berhubungan, sehingga perlu dimulai sejak remaja untuk persiapkan melahirkan generasi generasi bebas stunting di masa depan,” tambahnya. Data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 menunjukan angka stunting secara nasional sudah mengalami penurunan dari 24,4 persen di tahun 2021 menjadi 21,6 persen di tahun 2022. Namun begitu, angka ini masih di atas standar yang ditoleransi Badan Kesehatan Dunia WHO, yaitu di bawah 20 persen dan target pemerintah di angka 14 persen. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah tidak hanya fokus mensosialisasikan pencegahan stunting kepada pasangan usia subur tetapi juga generasi muda karena mereka yang akan melahirkan generasi sehat dan bebas stunting di masa depan.
Kemenkominfo sejak 2019 telah menggandeng generasi muda untuk turut serta mendukung upaya penurunan prevalensi stunting melalui Kampanye Genbest (Generasi Bersih dan Sehat) yang merupakan inisiasi Kemenkominfo untuk menciptakan generasi Indonesia yang bersih dan sehat serta bebas stunting. Ketua Tim Informasi dan Komunikasi Kesehatan Direktorat IKPMK Kemenkominfo Marroli J. Indarto, mengatakan program penurunan prevalensi stunting yang digencarkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika sesuai dengan program utama Presiden dalam menekan angka stunting menjadi 14 persen di tahun 2024. Genbest Talk yang diadakan di Kabupaten Tangerang ini merupakan bagian dari kampanye Genbest. Genbest mendorong masyarakat, khususnya generasi muda, agar menerapkan pola hidup bersih dan sehat di kehidupan sehari hari. Melalui situs dan media sosial @genbestid, Genbest juga menyediakan berbagai informasi seputar stunting, kesehatan, nutrisi, tumbuh kembang anak, sanitasi, siap nikah, maupun reproduksi remaja dalam bentuk artikel, infografik, serta videografik.
Artikel ini merupakan bagian dari KG Media. Ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.